TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari tak sependapat dengan kegusaran sejumlah pihak soal jeda 8 bulan Pilpres 2024 dan pelantikan presiden akan melahirkan dualisme kepemimpinan nasional. Termasuk, kekhawatiran jeda yang terlalu lama ini akan menjadikan pemerintahan akhir Presiden Joko Widodo atau Jokowi bak lame duck atau bebek lumpuh.
"Saya kira nggak lah, yang namanya pemegang kekuasaan secara legal dan konstitusional pasti presiden eksisting, pengalaman yang lalu juga sudah terbukti," kata Hasyim usai rombongan KPU bertemu Menteri Komunikasi Johnny G Plate di Kantor Kementerian Komunikasi, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022.
Pemilu Presiden (Pilpres) akan digelar 14 Februari 2024 dan pelantikan presiden terpilih akan dilakukan 20 Oktober di tahun yang sama, atau 8 bulan kemudian. Hasyim menyebut konsekuensi baru justru lahir ketika Pilpres digelar di akhir atau mendekati pelantikan, yaitu presiden terpilih kehilangan start atau langkah awal untuk membicarakan anggaran yang akan membiayai janji kampanyenya di 2025.
Sebab di Indonesia, pembahasan APBN tahun berikutnya antara pemerintah dan DPR sudah dimulai satu tahun sebelumnya. Justru dengan Pemilu digelar lebih awal, Hasyim menyebut pemenang bisa diketahui dan tim transisi bisa dibentuk antara presiden terpilih dan presiden eksisting untuk membahas program 2025.
"Kalau nggak, yakinlah dalam durasi 5 tahun, akan kehilangan satu tahun, enggak bisa ngapa-ngapain karena enggak ada dukungan anggaran yang berbasis kepada janji kampanye presiden terpilih," kata Hasyim.
Selanjutnya: Dualisme Kepemimpinan